Penggunaan internet di zaman
millennial ini sudah lazim, sampai tidak ada aktvitas yang tidak menggunakan
internet. Berbelanja bisa lewat toko online, bertemu dengan pasangan bisa lewat
situs perjodohan, bertemu dengan orang baru bisa lewat media sosial, tidak lupa
mengungkapkan aspirasi kepada pemerintah negara juga bisa lewat media sosial.
Namun, tidak ada bedanya dengan dunia sosial biasa yaitu bertatap muka, ada
aturan-aturan sosial yang berlaku di media sosial, demi menjaga keamanan dan
kesejahteraan penggunanya. Sama halnya dengan di dunia nyata pula, bahwa ada
saja pengguna internet yang melanggar etika dalam berinternet, sehingga
menimbulkan kericuhan di dunia maya. Maka ada yang disebut “network
etiquette” atau netiquette yang berisi tata cara bagaimana pengguna
internet berlaku di dunia maya yang dimana penggunanya juga memiliki perasaan
agar tercipta suasana yang damai. Pelanggar dari netiquette ini banyak
bentuknya, mulai dari flaming, trolling, plagiarisme, dan lain-lain.
Pada tulisan ini, saya akan menjelaskan suatu fenomena flaming di media
sosial yang sempat “panas” terjadi di pada bulan Mei 2019. Saya juga akan
mengaitkannya dengan teori yang berhubungan.
Pada bulan Mei 2019, seorang youtuber
kecantikan bernama Tati Westbrook mengunggah sebuah video di kanalnya yang
berjudul ‘BYE SISTER’, yang inti dari video tersebut adalah menuduh seorang youtuber
kecantikan lain yang bernama James Charles atas perilaku seksual
predator-nya dan juga menuduh karena “mengkhianati” Tati karena sudah
bekerja sama dengan brand lain. Tentunya respon video ini sangat besar,
menyebabkan fans dari James Charles berpindah haluan menjadi di sisi Tati dan
fansnya ini jadi mengejek-ngejek James Charles atas perilakunya yang dianggap
mengganggu. Ejekan ini juga mengandung kata-kata kasar dan juga banyak juga
yang menyertai bukti bahwa James terlihat terlalu flirty dengan youtuber
laki-laki yang ada di kanal James bahkan ada yang mengatakan bahwa
laki-laki lain tersebut risih dengannya.
Belum selesai dengan itu, ada youtuber
kecantikan lain yang bernama Jeffree Star juga ikut menuduh James sebagai
predator seksual lengkap dengan kata-kata kasar yang dia tuliskan di
Twitter-nya. Adik James Charles, Ian Jeffrey yang tidak ada hubungannya dengan
masalah ini dan hanya mentweet keadaannya yang sedang depresi, juga ikut
diserang oleh Jeffree Star karena bilang bahwa James adalah predator seksual
dengan kata-kata kasar.
Seminggu kemudian, James
mengunggah video yang berjudul “No More Lies” yang intinya James menjelaskan
atas tuduhan-tuduhan yang dijatuhkan padanya dilengkapi dengan bukti-bukti yang
menyatakan bahwa dia bersalah dan sekaligus meminta maaf atas kelakuannya yang
dulu. Namun di video ini juga, James juga mengatakan bahwa dia sempat depresi
karena tekanan-tekanan tidak enak di internet yang dijatuhkan padanya dan
berjanji akan mencari pertolongan dengan keluarga dan professional untuk
membantu dengan masalahnya.
Akhirnya, James mendapatkan
kembali dukungan dari fansnya yang dulu sempat meninggalkan kanalnya. Tati dan
Jeffree di satu ini juga mengeluarkan video dengan pernyataan bahwa mereka
bersalah dan tidak akan mengulangi kejadian ini lagi. Namun opini subscribers-nya
sudah berubah menjadi tidak menyukai Tati dan Jeffree, dan subscribers itulah
yang sama dengan awalnya mencela James. Selain itu, di video dan tweet tuduhan
Tati dan Jeffree tidak ada bukti tentang apa yang dituduhkan, sementara James
menjelaskan dengan semua bukti, meyakinkan pada subscribers-nya bahwa
dia tidak bersalah dan tuduhan dari Tati dan Jeffree tidak berdasar sama sekali
dan ada yang berpendapat dari pihak penonton bahwa Tati dan Jeffree iri atas
kesuksesan James yang cepat sehingga mereka berdua berniat untuk
menjatuhkannya.
Fenomena di atas menjelaskan
bahwa tuduhan dan ejekan yang disertai dengan kata-kata kasar sangat
membahayakan kesejahteraan mental yang menjadi target tuduhan dan ejekan. Tapi
mengapa fenomena flaming bisa terjadi? Flaming bisa terjadi
karena deindividuasi yang didefinisikan sebagai perenggangan ikatan perilaku
pada individu ketika tidak dikenali (sama seperti saat di keramaian). Dalam
kata lain, orang-orang akan berperilaku yang tidak biasa ketika identitas
mereka tidak diketahui. Sama halnya di dunia maya. Orang-orang yang mengunggah
kalimat yang bersifat mengejek dan menimbulkan kericuhan di dunia maya merasa
bahwa mereka tidak akan diidentifikasi karena anonimitasnya bertambah. Berbeda
saat di surat kabar, dimana jika pembaca ada yang mengeluh karena tidak suka,
harus mencantumkan identitas di surat untuk editornya agar bisa
dipertanggungjawabkan. Berbeda di dunia maya yang tidak harus memberikan
identitas. Inilah yang menambah munculnya konten dan komentar negatif di dunia
maya karena deindividuasi (Aronson, Wilson, Akert, & Sommers, 2013) . Flaming tampaknya
sangat umum ada di Youtube namun dari studi yang dilakukan Moor (2008)
mengatakan bahwa kebanyakan pemirsa yang berkomentar kasar itu berbeda dengan
kritik konstruktif yang sangat fokus pada topiknya, sementara flaming hanya
kata-kata kasar yang tidak bertujuan. Ada yang mengatakan bahwa orang-orang
yang berkomentar kasar atau flaming adalah anak remaja yang “bosan” yang
mencari suasana baru untuk mem-bully di luar jangkauan sosial biasanya (Moor, Heuvelman, & Verleur, 2010) .
Namun apa dampaknya bagi
target cacian di internet tersebut? Ada studi yang mengatakan bahwa flaming dan
cyberbullying berhubungan dengan gejala depresi bagi korban. Orang yang
setiap hari bekerja di internet seperti James Charles yang merupakan seorang youtuber
kecantikan juga tidak bisa dilewatkan dari ini. Studi tersebut juga
mengatakan bahwa semakin tinggi korban terekspos dengan CB maka semakin tinggi
juga gejala depresinya (Gámez-Guadix, Orue, Smith, & Calvete, 2013) . Namun, untungnya
beberapa minggu setelah kejadian tersebut, James mengatakan bahwa dia sudah
baik-baik saja setelah memutuskan untuk rehat sejenak dari Youtube demi
berkumpul lagi bersama keluarga dan sahabatnya.
Apa yang bisa diambil dari
tulisan ini? Bahwa di dunia maya akan selalu muncul fenomena seperti flaming,
trolling, cyberbullying, plagiarisme, pasti akan terjadi. Namun sebagai
pengguna yang cerdas, kita harus memikirkan tentang netiquette supaya
kita bisa menjaga perasaan orang-orang di balik pemakai fitur internet. Ada
pesan yang selalu diingatkan di dunia maya, “think before you post”, karena
tujuan dari ini adalah melindungi hak dan martabat sesama pengguna internet.
Referensi
Aronson, E., Wilson, T. D., Akert, R. M., &
Sommers, S. R. (2013). Social psychology. Pearson: Boston.
Gámez-Guadix, M., Orue, I., Smith, P. K., & Calvete, E.
(2013). Longitudinal and reciprocal relations of cyberbullying with
depression, substance use, and problematic use among adolescents. Journal
of Adolescent Health, 53(4), 446-452. doi:10.1016/j.jadohealth.2013.03.030
Moor, P. J., Heuvelman, A., & Verleur, R. (2010,
November). Flaming on youtube. Computers in Human Behavior, 26(6),
1536-1546. doi:10.1016/j.chb.2010.05.023
Komentar
Posting Komentar